November 9, 2025
Mafia dan Data yang Carut Marut Biang Kerok Dibalik Anjloknya Harga Singkong

LAMPUNGSTREETNEWS, Bandar Lampung Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Lampung menyoroti kisruh tata niaga singkong di daerah ini yang dinilai tak kunjung beres. Data yang amburadul dan keberadaan mafia singkong disebut sebagai biang kerok utama dari anjloknya harga komoditas yang selama ini menjadi andalan petani.

Sorotan itu mengemuka dalam diskusi yang digelar Kadin Lampung bersama Aliansi Masyarakat Peduli Petani Singkong Indonesia (AMPPSI) dan perwakilan mahasiswa, Senin (21/7/2025).

Dalam pertemuan itu, Kadin menekankan pentingnya validasi data yang selama ini dibiarkan liar, serta mendesak agar singkong diakui sebagai komoditas pangan strategis yang layak diberi perhatian serius oleh negara.

Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Lampung, Ardiansyah, secara tegas menyebutkan bahwa kebijakan impor singkong menjadi titik awal kehancuran harga di tingkat petani. Dan yang membuat kondisi ini makin keruh, kata dia, adalah adanya mafia yang bermain di balik layar dengan cara memanipulasi data luas lahan dan produksi.

“Selama ini datanya carut-marut. Luasan lahan singkong dan produksinya tidak pernah dihitung secara valid,” ujar Ardiansyah.

Yang masuk hitungan, lanjut dia, hanya lahan-lahan besar milik korporasi atau perusahaan. Sementara lahan-lahan kecil milik petani yang luasnya hanya satu hektare, yang jika dikumpulkan bisa mencapai ratusan hingga ribuan hektare, tidak masuk ke dalam sistem. Akibatnya, seolah-olah produksi nasional tidak cukup, dan pemerintah pun membuka keran impor tapioka.

Pria yang akrab disapa Bang Aca itu juga mengungkap modus para mafia dalam mengendalikan industri singkong dari hulu hingga hilir.

“Para mafia ini punya perusahaan sendiri. Mereka juga pelaku impor, dan sekaligus pelaku ekspor. Semua jalur mereka kuasai,” ungkapnya.

Situasi semacam ini, menurut dia, adalah bentuk nyata dari konflik kepentingan yang sangat merugikan petani. Pasar tidak berjalan adil, dan petani selalu dijadikan pihak yang paling mudah disalahkan.

Salah satu yang kerap jadi senjata untuk menyalahkan petani adalah persoalan kadar aci. Mengenai hal ini, Ardiansyah punya usul konkret: dibentuk lembaga independen yang khusus mengukur kadar aci singkong.

“Apa sulitnya membentuk lembaga independen untuk mengukur kadar aci? Biar tidak selalu petani yang dijadikan kambing hitam karena dianggap kualitas singkongnya jelek,” ujarnya.

Ia menambahkan, lembaga itu harus netral dan bebas dari kepentingan, serta melibatkan unsur pemerintah, akademisi, dan pihak yang memang punya kapasitas teknis di bidangnya.

Tak cukup sampai di situ, Ardiansyah juga menyerukan agar persoalan ini tidak dibiarkan berlarut. Ia mengajak semua pihak, mulai dari pemangku kebijakan, pelaku usaha, hingga masyarakat sipil, untuk ikut mengawal penyelesaian masalah tata niaga singkong.

“Mari kita jaga bersama. Jangan sampai rakyat bertindak anarkis karena lapar. Ini persoalan serius,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Kadin Lampung, Romi, menyoroti pentingnya iklim investasi yang terbuka dan kompetitif. Menurutnya, masuknya pemain-pemain baru di sektor pertanian, khususnya singkong, bisa memicu persaingan sehat di tingkat pengusaha, dan itu akan berdampak positif langsung ke petani.

“Kalau ada investor baru, persaingan jadi lebih sehat. Petani bisa punya pilihan, dan harga jadi lebih adil,” kata Romi.

Ia juga mengungkapkan bahwa pada Agustus mendatang, Kadin Lampung akan menggelar audiensi dengan Kadin Pusat. Salah satu agenda pentingnya adalah membawa hasil diskusi ini ke tingkat nasional agar bisa dijadikan rujukan dalam penyusunan regulasi yang berpihak pada petani.

“Nanti sekitar bulan Agustus, kami akan sampaikan ini semua ke DPP. Kita dorong agar pemerintah pusat membuat regulasi yang lebih jelas dan berpihak. Supaya singkong tidak terus-menerus jadi komoditas yang dipermainkan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page