Detik-detik akhir kampanye sudah tinggal menghitung hari. Debat antar paslon yang dihelat KPU pun sudah sampai di “pamungkas” nya. Calon Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati makin galak menyuarakan visi misi. Janji-janji politik terus digemakan untuk menggaet kemenangan. Namun ada yang unik, dari 13 Kabupaten di Propinsi Lampung, kebetulan terdapat 2 Kabupaten yang nantinya hanya diikuti oleh 1 Pasangan Calon saja, yakni Kabupaten Lampung Barat (Lambar) dan Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba).
Pencalonan Kepala Daerah yang pada mulanya berpatokan pada UU Pilkada tentang ambang batas (threshold) syarat pencalonan kepala daerah, yaitu 20 persen kursi DPRD dan atau 25 persen suara Pilkada, sempat jadi omon-omon seru di seluruh Penjuru Negeri termasuk di Propinsi Lampung. Beberapa pihak mengklaim bahwa ambang batas tersebut membunuh demokrasi, sebagai dominasi dari tokoh paling berpengaruh, dan bla bla bla.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah Pasal 40 Ayat 1 dan menghapus Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Pilkada berpeluang hadirnya penantang NoNa.
Sayangnya, Putusan MK pada UU Pilkada ini tidak merubah keadaan. Sejumlah nama yang disebut-sebut siap tarung di Pilkada Tubaba 2024 nyatanya tetap tidak jadi ikut kontes. Sampai waktu habis, hanya Paslon Novriwan Jaya – Nadirsyah (NoNa) saja yang teken formulir pendaftaran di KPU.
Pasangan NoNa yang didukung oleh koalisi besar partai politik sukses membuat berang lawan politiknya. Upaya-upaya menjaga suara terhadap NoNa yang telah dikantongi terus dirawat. Meski ditimpa dengan tuduhan-tuduhan miring, Pasangan NoNa tidak bergeming dan menunjukkan kesan membalas.
Kini, lawan kontes Paslon NoNa bukan Paslon lain, tapi Kotak Kosong yang belakangan dikampanyekan oleh sekelompok masyarakat. Gelaran hiburan rakyat, sumbangan dan langkah-langkah pengumpulan massa rajin dihelat. Lalu siapa “Masinis” lokomotif yang bawa gerbong gerakan kotak kosong ini sebenarnya? Apakah betul berasal dari rakyat atau hasrat dari yang ingin menjabat?
Munculnya isu nama tokoh senior di Tubaba yakni Hi. Sobri, kemudian birokrat Surya Jaya, Politikus Paisol, beberapa pejabat tinggi setempat dan tokoh lain sempat terhembus bakal mencoba maju di Pilkada 2024. Dinamika politik terus bergulir, namun manuver NoNa tetap unggul.
Kemunculan gerakan pemenangan kotak kosong (KoKo) diasumsikan beberapa pihak sebagai gerakan dari salah satu tokoh bacalon yang sebelumnya ngotot ikut kontes namun macet di tengah jalan. Hal ini memunculkan dua argumen. Di satu sisi, Pemenangan KoKo diklaim sebagai bentuk perlawanan kedzaliman yang bentuk kedzalimannya sendiri dalam politik masih dinilai wajar. Di sisi lain, Gerakan ini dipersepsikan sebagai gerakan sakit hati kepada lawan politik lainnya.
Tentu saja opini-opini di masyarakat tidak dapat serta merta disalahkan begitu saja. Cost politik Gerakan KoKo yang tidak sedikit rupiahnya menjadi salah satu rujukan tumbuhnya opini liar di masyarakat Tubaba.
Rekam gambar di lapangan memunculkan argumen bahwa gerakan ini disupport beberapa orang dengan interest. Bukan mustahil jika ada koalisi samar yang masih malu-malu memunculkan namanya sebagai bagian dari gerakan KoKo. Namun, jejak digital yang ditinggalkan sulit menyukseskan kamuflase. Dari beberapa gambar yang diambil dan tersebar, sempat terlihat pejabat dan tokoh lain yang bersemangat melibatkan diri dalam kampanye pemenangan KoKo Tubaba.
Sejauh mana keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Tubaba ini dalam politik praktis menjadi tugas Bawaslu. Peran Bawaslu memaksimalkan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) menjadi perhatian masyarakat luas.
Hal ini tentunya selaras dengan pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto. Beliau menegaskan bahwa Dirinya juga mengingatkan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aparatur desa.
Wamendagri secara lugas meminta ASN untuk menjaga sikap netral dan menghindari segala bentuk intervensi atau pengaruh politik yang dapat mencederai integritas birokrasi. Khusus untuk aparatur desa, hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah disempurnakan melalui UU Nomor 3 Tahun 2024, yang mengatur tindakan tegas terhadap pelanggaran.