Bandarlampung,-Gelaran akbar Pekan Raya Lampung (PRL) 2023 milik Pemerintah Provinsi Lampung yang dikerjakan oleh APINDO terkesan ada pembiaran dalam hal pengawasan!! Pasalnya, Dari biaya parkir yang di tembak semaunya mencapai Rp30 ribu untuk mobil. Belum lagi biaya parkir motor Rp10 ribu. Kondisi stand yang sepi pengunjung, hingga sampah berserakan dijalan. Bahkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dimintai uang sebesar Rp2 juta oleh oknum di wilayah PKOR Wayhalim Bandarlampung, Senin (9/10/2023).
Menurut Yudi, salah satu pengunjung yang sengaja bersama keluarga mengunjungi gelaran acara pesta rakyat, sangat mengeluhkan biaya parkir yang dianggapnya tak wajar.
“Gak masuk di akal biaya parkir. Masa saya harus mengeluarkan kocek Rp30 ribu dari depan pinggir jalan,” jelasnya.
Tak sampai disitu, Heri merupakan pengunjung asal Pesawaran juga tak habis pikir dengan biaya parkir motor. Dari akses yang sulit masuk ke pintu gerbang karcis, dirinya sudah terjebak di depan pinggir jalan Raya. Sehingga mau tidak mau dirinya memarkirkan motornya diluar area PKOR Wayhalim mengeluarkan kocek sebesar Rp10 ribu.
Selain itu, Pedagang Kaki Lima (PKL) diduga menjadi korban dugaan pungutan liar (Pungli) di Pekan Raya Lampung (PRL) 2023 di PKOR Way Halim, Kota Bandar Lampung. Pungutan yang diminta mencapai Rp2 juta.
Seorang pedagang bakso pada Minggu malam, 8 Oktober 2023, mengungkapkan bahwa dirinya kecewa terhadap pungutan yang besar di acara PRL 2023 di ujung masa jabatan Gubernur Lampung.
Ia mengatakan bahwa pungutan sewa lapak di PRL sangat besar, dan pihak yang mengenakan biaya tidak memberikan fleksibilitas pembayaran yang memadai. Mereka bahkan memaksa pembayaran harus dilakukan pada malam yang sama.
“Saya baru mulai berjualan malam ini, tapi sudah diminta untuk membayar sewa lapak dua juta (rupiah) pada malam ini juga. Orangnya seperti preman, mas. Rambut gondrong, berkumis, dan berjenggot pakai (radio) HT (handy talky), ” katanya.
Walaupun ia mencoba meminta keringanan, pihak yang mengenakan biaya tidak memberikan toleransi dan mengancam akan membongkar lapak jika tidak segera dibayarkan.
“Saya harus mencari pinjaman karena saya perlu membayar sewa lapak ini,” ujarnya.
Ia merasa terpaksa menerima biaya yang berat karena berjualan di pameran seperti ini adalah sumber penghasilan utamanya. Ia tidak memiliki alternatif untuk berjualan di luar pameran, seperti di pinggir jalan atau di rumah.
“Ini adalah satu-satunya sumber penghasilan saya, dari satu pameran ke pameran lain,” katanya melanjutkan.
Dari pantauan wartawan dilapangan, bahkan sampah berserakan dijalanan menjadi pemandangan yang lumrah. Seharusnya disetiap selah pinggir jalan disiapkan tong sampah.
“Tak layak sebesar gelaran acara milik Pemprov Lampung yang di kerjakan APINDO. Masa sampah berserakan dijalan menjadi pemandangan yang biasa,” pungkasnya .