Bandarlampung,-Gubernur Terpilih Lampung Periode 2003-2008 M. Alzier Dianis Thabranie mengajukan permohonan eksekusi hak konstitusi kepada Presiden RI Ir. Joko Widodo (Jokowi), melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dalam pengajuan permohonannya itu, Alzier melalui kuasa hukum Amrullah, S.H., dan Wiliyus Prayietno, S.H., M.H. yang tergabung dalam Law Firm Amrullah, S.H. & Partners, Advocates and Legal Consultans, memohon agar hak konstitusinya segera dieksekusi dengan melantik dirinya sebagai Gubernur Provinsi Lampung.
Upaya tak kenal menyerah memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya tersebut karena menurut Alzier, dirinya tidak diperlakukan dengan adil. Padahal, lanjut Alzier, putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan SK Mendagri Nomor 161.27-598 tanggal 1 Desember 2003 tentang pembatalan Keputusan DPRD Lampung yang menetapkan Alzier – Ansyori Yunus sebagai Gubernur Lampung periode 2003-2008 serta SK Mendagri No 121.27\/1.989\/SJ tanggal 1 Desember 2003 tentang Pemilihan Gubernur Lampung dan Wakil Gubernur Lampung Ulang, sifatnya sudah final dan mengikat (Inkracht van gewijsde).
“Bayangkan, saya sudah menunggu hak konstitusi dan keadilan ini selama 20 tahun. Oleh karena itu saya memohon Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meniadakan Pilgub Lampung 2024 dan melantik saya sebagai Gubernur Lampung 2024-2029,” harap Alzier.
Dukungan atas upaya Alzier memperjuangkan hak konstitusionalnya itu turut disampaikan Prof. Dr. Margarito Kamis, S.H., M.Hum, Pakar Hukum Tata Negara, yang beberapa waktu lalu mengurai persoalan tersebut.
Menurut Profesor Margarito, polemik terpilihnya M. Alzier Dianis Thabranie sebagai Gubernur Lampung yang hingga kini tak kunjung dilantik sudah sepatutnya Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres pengangkatan serta melantik Alzier sebagai Gubernur Lampung.
Selain itu, menurut Pakar Hukum Tata Negara ini, keputusan Mendagri Hari Sabarno yang tertuang di SK Mendagri Nomor 161.27-598 tentang pembatalan Keputusan DPRD Lampung yang menetapkan Alzier – Ansyori sebagai Gubernur Lampung periode 2003-2008 serta SK Mendagri No 121.27\/1.989\/SJ tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung Ulang yang kini telah dibatalkan MA merupakan tindakan jabatan. Karenanya meski posisi Mendagri berganti, itu semua tak menghilangkan akibat hukum yang timbul dari putusan MA. Konsekuensinya siapapun pejabatnya, mendagri harus tetap mematuhi keputusan MA.
Oleh karena itu, menurut pemaparan Profesor Margarito, Presiden Jokowi harus bisa memastikan dan memenuhi hak politik Alzier. Caranya dengan mengeluarkan keppres pengangkatan serta melantik Alzier sebagai Gubernur Lampung.
“Pemerintah tidak boleh angkuh. Jangan sampai pemerintahan dibawah Presiden Jokowi “ikut-ikutan” menginjak-injak hak warga negara yang sudah dikuatkan putusan hukum. Sekali lagi, pergantian kepala negara hingga pejabat di kementerian seperti mendagri, tidak menghilangkan kewajiban mereka memenuhi hak politik Alzier sebagai Gubernur Lampung, dengan mematuhi putusan MA,” jelasnya.
Terkait dengan adanya peristiwa hukum baru serta terpilihnya Gubernur Lampung yang baru dan berubahnya regulasi perundangan-undangan yang mengatur tentang tatacara pemilihan kepala daerah, menurut Profesor Margarito, tidak otomatis menggugurkan hak politik Alzier sebagai Gubernur. Mengapa? Sebab peristiwa hukum yang baru itu dinilainya lahir dari peristiwa hukum yang tidak sah alias tidak memenuhi legalitas sebagaimana mestinya.
“Dengan demikian sudah jadi kewajiban Presiden Jokowi memastikan hak Alzier sebagai Gubernur. Ini jika negara mau benar. Tatanan hukum harus dijalankan. Sebab putusan MA sudah final dan mengikat. Harus menjadi kewajiban kita semua, termasuk Presiden Jokowi atau mendagri menaati dan menjalankan putusan hukum,” tukasnya.
Sebelumnya, Alzier akan menggugat Mendagri terkait tidak dilantik sebagai Gubernur Lampung juga mendapat respon Yhannu Setiawan, S.H., M.H. Dosen HTN Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila). Yhannu menilai sebagai warga negara yang baik, langkah Alzier sudah tepat guna menuntut dan mengembalikan hak politiknya sebagai Gubernur Lampung terpilih.
“Tapi ada baiknya sebelum menggugat, Alzier terlebih dahulu mensomasi Mendagri agar dapat menjalankan putusan MA. Bahkan jika perlu, Alzier juga bisa meminta fatwa MA terkait tidak dijalankannya putusan mereka,” tegas Yhannu.
Menurut Yhannu, MA merupakan institusi terakhir yang bersifat final untuk menguji dan mengoreksi segala keputusan administrasi yang dibuat ekskutif. Tidak ada lagi lembaga lain. Dengan demikian adanya putusan MA yang membatalkan SK Mendagri Nomor 161.27-598 tanggal 1 Desember 2003 tentang pembatalan Keputusan DPRD Lampung yang menetapkan Alzier – Ansyori Yunus sebagai Gubernur Lampung periode 2003-2008 serta SK Mendagri No 121.27\/1.989\/SJ tanggal 1 Desember 2003 tentang Pemilihan Gubernur Lampung dan Wakil Gubernur Lampung Ulang, sifatnya sudah final dan mengikat lantaran sudah incrakh. Dimana tidak dilakukannya upaya hukum lain oleh Mendagri.
“Dengan demikian Alzier sah sebagai sebagai Gubernur Lampung. Sudah kewajiban pemerintah taat hukum dengan mematuhi putusan MA. Presiden Jokowi harus mengeluarkan Keppres pengangkatan Alzier sebagai Gubernur Lampung dan melantiknya segera dalam rangka menjalankan dan menegakan supremasi hukum,” urai mantan Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat ini lagi.
Mengapa? Karena, lanjut Yhannu, meski putusan tersebut terjadi di era mendagri dijabat jauh sebelum pemerintahan Jokowi, tapi hal itu bukan persoalan.
“Mendagri adalah jabatan. Bukan personal. Jadi siapapun Mendagri-nya harus mematuhi dan menjalankan putusan MA,” terangnya.
Lantas terkait dengan posisi saat ini yang telah ada Pilkada, dimana muncul akibat hukum yang lain dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung yang baru, menurut Yhannu, hal itu juga bukan masalah.
“Yang penting Alzier dilantik dulu sebagai Gubernur Lampung. Kembalikan hak politiknya. Tegakkan supremasi hukum,” tandasnya. (*)